Siklon Bhola, yang melanda Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) dan sebagian dari Benggala Barat, India, pada 13 November 1970, adalah salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah. Dengan angin yang mencapai kecepatan hingga 115 mph (185 km/jam) dan gelombang badai yang merendam dataran rendah, bencana ini menewaskan antara 300.000 hingga 500.000 orang, menjadikannya siklon tropis paling mematikan yang pernah tercatat. Siklon Bhola tidak hanya menyebabkan kehancuran fisik yang besar, tetapi juga memicu perubahan politik yang signifikan di kawasan tersebut.
Siklon Bhola terbentuk di Teluk Benggala pada awal November 1970. Sistem badai ini dengan cepat menguat, dan pada tanggal 13 November, badai mencapai puncaknya sebagai siklon Kategori 3. Pada malam itu, siklon menerjang daerah delta di Pakistan Timur dan wilayah pesisir India. Kawasan delta ini terkenal karena dataran rendahnya yang padat penduduk, dan banyak orang yang tinggal di daerah tersebut tidak sempat melarikan diri sebelum badai melanda.
Badai menghasilkan gelombang badai setinggi 6 hingga 9 meter yang meluluhlantakkan seluruh wilayah dataran rendah dan pulau-pulau di sekitar Teluk Benggala. Air dengan cepat membanjiri desa-desa dan lahan pertanian, menghanyutkan rumah-rumah, tanaman, dan hewan ternak. Ribuan orang tewas seketika, sementara ratusan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.
Siklon Bhola menewaskan ratusan ribu orang, dengan jumlah korban yang diperkirakan mencapai 300.000 hingga 500.000 orang. Mayoritas korban tewas akibat tenggelam dalam gelombang badai atau hanyut oleh air yang menyapu desa-desa di pesisir. Pulau-pulau seperti Manpura dan Bhola mengalami kehancuran hampir total, dengan sebagian besar populasi pulau-pulau tersebut terbunuh oleh badai.
Selain korban jiwa, siklon Bhola menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur. Ratusan ribu rumah hancur, dan banyak lahan pertanian yang tergenang air, menghancurkan hasil panen. Kerugian ekonomi dari siklon ini sangat besar, dengan jutaan orang yang kehilangan mata pencaharian mereka, terutama petani dan nelayan yang sangat bergantung pada tanah dan laut.
Setelah siklon, wilayah yang terdampak dilanda krisis kemanusiaan. Kekurangan makanan dan air bersih segera menyusul, karena gelombang badai telah menghancurkan persediaan makanan dan mencemari sumber air. Para korban yang selamat menghadapi risiko penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera dan disentri, yang memperburuk penderitaan mereka.
Pemerintah Pakistan (yang pada saat itu mencakup Pakistan Timur dan Pakistan Barat, yang kini terpisah menjadi Bangladesh dan Pakistan) mendapat banyak kritik atas penanganan bencana ini. Tanggapan pemerintah dianggap lambat dan tidak memadai, dengan bantuan dan bantuan internasional yang datang terlambat ke wilayah terdampak.
Ketidakmampuan pemerintah untuk menanggulangi dampak bencana secara efektif menimbulkan kemarahan di Pakistan Timur. Pemerintah pusat di Pakistan Barat dianggap tidak memperhatikan kebutuhan rakyat di Pakistan Timur, yang semakin memperburuk ketegangan antara kedua wilayah tersebut. Siklon Bhola menjadi katalisator bagi meningkatnya sentimen anti-pemerintah di Pakistan Timur, yang merasa diabaikan oleh pemerintah pusat.
Kemarahan publik yang meluas atas penanganan bencana ini memperburuk situasi politik di Pakistan Timur, yang sudah berada di bawah ketegangan politik dan ekonomi selama bertahun-tahun. Pada bulan Desember 1970, hanya beberapa minggu setelah siklon, pemilu nasional diadakan di Pakistan. Partai Liga Awami, yang dipimpin oleh Sheikh Mujibur Rahman dan berbasis di Pakistan Timur, memenangkan mayoritas kursi di parlemen, tetapi pemerintah pusat di Pakistan Barat menolak untuk menyerahkan kekuasaan.
Ketegangan antara Pakistan Timur dan Pakistan Barat akhirnya memuncak dalam konflik politik dan militer pada tahun 1971, yang dikenal sebagai Perang Pembebasan Bangladesh. Perang ini berakhir dengan pembentukan Bangladesh sebagai negara merdeka pada Desember 1971. Siklon Bhola dianggap sebagai salah satu faktor penting yang mempercepat perpecahan antara Pakistan Timur dan Barat, karena bencana ini memperjelas ketidakadilan dan ketidakpedulian pemerintah pusat terhadap rakyat di Pakistan Timur.
Setelah bencana, banyak negara dan organisasi internasional memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan datang dari berbagai negara termasuk Amerika Serikat, Uni Soviet, dan India. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga berperan dalam mendistribusikan bantuan kepada para korban yang selamat. Namun, banyak bantuan yang tertahan karena kesulitan logistik dan kurangnya infrastruktur yang memadai di wilayah yang terdampak.
Siklon Bhola membawa pelajaran penting tentang kerentanan kawasan pesisir dataran rendah seperti Teluk Benggala terhadap bencana alam, khususnya siklon tropis. Setelah tragedi ini, beberapa langkah diambil untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana, termasuk pembangunan tempat penampungan badai dan peningkatan sistem peringatan dini di Bangladesh.
Di masa mendatang, Bangladesh menjadi lebih proaktif dalam menghadapi siklon. Negara ini telah membangun ribuan tempat penampungan badai dan mengembangkan sistem peringatan dini yang lebih baik untuk memperingatkan masyarakat pesisir tentang bahaya yang akan datang. Upaya ini telah membantu mengurangi jumlah korban dalam siklon-siklon yang terjadi setelahnya.
Siklon Bhola 1970 adalah salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah manusia, dengan dampak yang sangat luas, baik dari segi korban jiwa, kerusakan fisik, hingga dampak politik. Tragedi ini tidak hanya menghancurkan kehidupan ratusan ribu orang, tetapi juga berperan dalam mempercepat krisis politik yang akhirnya memuncak dengan pembentukan Bangladesh sebagai negara merdeka pada tahun 1971.
Peningkatan kesiapsiagaan dan pembangunan infrastruktur yang lebih tangguh di wilayah pesisir Bangladesh adalah beberapa langkah positif yang diambil sebagai respons terhadap bencana ini. Meskipun siklon Bhola menorehkan luka mendalam, pelajaran dari bencana ini telah membantu Bangladesh dalam mengurangi dampak siklon di masa depan, menyelamatkan banyak nyawa dan mengurangi kerugian materi yang lebih besar.